
Suarapertama.com – Menteri ESDM Bahlil Lahadalia semestinya menindak tegas tambang-tambang nikel tanpa izin yang merusak lingkungan di kepulauan Raja Ampat. Apalagi yang dekat dengan obyek pariwisata Raja Ampat.
“Jangan malah yang disasar adalah tambang di Pulau Gag milik BUMN yang jauh dari daerah pariwisata Raja Ampat,” kata Mulyanto, anggota Komisi Energi DPR RI 2019-2024 kepada media ini, Senin (9/6/2025).
Sebab, kata Mulyanto, yang dihebohkan dan dilaporkan oleh masyarakat terutama tambang yang dekat dengan obyek wisata tersebut. Jangan dibelokkan atau pilih kasih. “Tindak tegas semua perusahaan tambang yang mencemari lingkungan laut Raja Ampat,” tegas Ketua Dewan Pertimbangan Pusat PKS itu.
Mulyanto mengatakan, keindahan alami dan biodiversitas kepulauan Raja Ampat sudah menjadi ikon pariwisata yang diakui dunia. Kekayaan alam itu harus dijaga dan diwarisi, sebagai sikap adil terhadap generasi anak-cucu mendatang.
Menurut Mulyanto, perusahaan tambang ini lupa atau tidak konsisten pada paradigma environment social governance (ESG) sebagai perluasan dari konsep good corporate governance (GCG).
Semestinya dengan paradigma ini, orientasi perusahaan tambang bukan sekedar pada keuntungan jangka pendek korporasi semata, tetapi harus berkesinambungan.
Artinya, perhatian perusahaan penambangan terhadap lingkungan hidup dan kondisi sosial masyarakat sekitar pertambangan menjadi hal yang utama.
Jangan sampai kerap muncul kasus, di mana masyarakat alih-alih mendapat manfaat dari operasi penambangan, tetapi malah menjadi pihak yang selalu dirugikan akibat bisnis pertambangan di wilayah mereka.
“Pemerintah wajib intervensi segera untuk melindungi warga dan lingkungannya dengan menghentikan potensi pencemaran lingkungan dari operasi usaha penambangan ini,” kata Mulyanto.
Sebelumnya diinformasikan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menghentikan sementara sementara aktivitas pertambangan nikel PT Gag Nikel di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Pembekuan tersebut berlaku sejak Menteri ESDM mengumumkannya pada Kamis, 5 Juni 2025. Ia mengambil langkah tersebut usai aktivitas pertambangan di Raja Ampat ditolak aktivis lingkungan, karena mengancam ekosistem.
Terkait tambang lain yang dekat dengan lokasi pariwisata, malah belum ditinjau Menteri ESDM. (*)