
Suarapertama.com – Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Riau Muflihun memberikan ‘perlawanan’ atas kasus pidana yang saat ini melandanya sejak satu tahun terakhir.
Di mana kuasa hukum Ahmad Yusuf menegaskan bahwa pihaknya tidak menerima penyebutan inisial M oleh pihak kepolisian yang akan menjadi tersangka dalam kasus SPPD fiktif di Sekretariat Dewan (Setwan) DPRD Riau.
“Klien kami dirugikan akibat penyebutan inisial ‘M’ yang mengarah langsung kepada namanya (klien Muflihun,red),” papar Ahmad Yusuf didampingi Muflihun saat konferensi pers di salah satu kafe di Jalan Ronggo Warsito, Kamis (19/6).
Sejauh ini, jelas Yusuf, kliennya tidak pernah menerima pemberitahuan atau surat penetapan tersangka. Penyebutan inisial M dinilai sebagai pembocoran informasi yang melanggar etik dan asa praduga tak bersalah.
Muflihun, sebut Yusuf, tidak terlibat dalam dugaan SPPD fiktif meskipun menjabat sebagai Sekwan DPRD Riau yang tidak memiliki kewenangan teknis, administratif, maupun keuangan dalam pelaksanaan perjalanan dinas.
“Tidak ada satu pun alat bukti yang menujukan keterlibatan aktif maupun pasif klien kami dalam dugaan pelanggaran hukum tersebut,” paparnya.
Upaya terbaru, Ahmad Yusuf mengutarakan bahwa telah mengajukan permohonan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi Korban (LPSK) agar mendapat jaminan perlindungan hukum dan psikologis dari tekanan yang tidak berdasar.
“Agar proses hukum dapat berjalan dengan adil, setara, dan tidak dibayang-bayangi tekanan politik atau penggiringan opini,” harapnya.
Jika memang pihak kepolisian menetapkan status tersangka maka pihak kuasa hukum akan mengambil langkah hukum dan menilai penetapan itu terkesan dipaksakan.
“Apabila penetapan tersangka terhadap klien kami tetap dipaksakan tanpa dasar hukum
yang sah, kami akan mengajukan gugatan praperadilan, menggugat Surat Perintah Penyidikan ke PTUN, mengambil langkah hukum perdata dan pidana atas pencemaran nama baik,
kebocoran informasi, dan penyalahgunaan kewenangan,” tegasnya.
Selain itu, Ahmad Yusuf menduga bahwa kasus yang menjerat Muflihun ini upaya kriminalisasi dan korban politik, untuk itulah pihaknya akan memberikan perlawanan.
“Klien kami ini (Muflihun,red) bukan kriminalisasi saja, tapi korban politik juga. Karena apa? Karena ada tokoh nasional yang melalukan tindakan tidak pasti dengan mengiming-imingi yang mengakibatkan klien kami di kriminalisasi,” urai Ahmad Yusuf.
Ditempat yang sama, Muflihun menjelaskan perannya sebagai pejabat Sekwan DPRD Riau bahwa dirinya hanya pejabat administrasi yang menandatangani berkas anggota dewan, ASN dan THL.
“Namun semua itu ada teknisnya, ada Kabag Keuangan, namun Muflihun hanya Pengguna Anggaran (PA) selaku kepala OPD, karena tidak sanggup Muflihun maka adanya PPTK,” kata Muflihun.
Dugaan dirinya korban politik, Muflihun menceritakan jikalau panggilan pertama dilakukan pihak kepolisian di masa-masa pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2024.
“Pengen maju saja (calon kepala daerah Pilkada 2024, red) pendaftarannya Agustus, pada Juli saya dipanggil Polda, pendaftaran saya susah, pencalonan saya diganggu, pas hari H pun diganggu,” urai Muflihun.
Apa yang terjadi, katanya, akan diuraikannya satu per satu sebab kasus ini diibaratkannya sebagai benang yang kusut yang memerlukan uraian panjang.
“Pengguna SPPD tidak hanya ASN, tidak hanya THL tapi juga anggota DPRD,” sambungnya.
Jikalau SPPD itu digunakan oleh ASN dan THL itu surat tugasnya ditandatangani oleh dirinya, namun anggota DPRD itu ditandatangani oleh Ketua DPRD.
Siapa pengguna SPPD akan diungkapkannya dalam waktu dekat, namun itu semua bagian per bagian. “Sampai saya punya petunjuk, anggota DPRD yang nerima uang ada, semua ada, Ketua DPRD ada saya bilang, Wakil Ketua DPRD ada saya bilang, Ketua Komisi ada saya bilang, anggota lainnya ada saya bilang. Kita sama-sama terbuka,” tegasnya.
Muflihun ‘mengancam’ akan mengungkap kasus SPPD tersebut, sebab dirinya merasa tahu bagaimana lingkungan di tempat kerjanya dahulu itu.
“Jujur, saya orang pertama yang akan ikut serta mengungkap kasus ini, karena saya tahu DPRD ini, saya tahu anggota DPRD bagaimana, saya tahu pimpinan DPRD bagaimana, karena saya tahu semua, saya tahu bagaimana mencari pokir, saya tahu bagiamana anggota DPRD mencari uang. Saya tahu semuanya,” tukasnya.