
Suarapertama.com – Ide Presiden Prabowo mempermudah izin impor harus dirumuskan dalam peraturan yang jelas, guna menghindari simpang-siur penafsiran di kalangan birokrasi, pengusaha dan masyarakat.
Peneliti Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) Pudjiatmoko menyebut kementerian dan lembaga terkait perlu segera menerbitkan dokumen teknis atau peraturan pelaksana yang komprehensif. Dokumen ini penting untuk menjelaskan secara rinci komoditas strategis apa saja yang tercakup dalam kebijakan penghapusan kuota impor tersebut. Dengan demikian tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda di lapangan.
“Dokumen ini juga harus memuat mekanisme pengawasan dan evaluasi yang jelas, serta menjabarkan bagaimana kebijakan tersebut akan memengaruhi pencapaian target swasembada. Tidak kalah penting, perlu diuraikan strategi mitigasi risiko yang konkret guna melindungi produsen lokal dari potensi dampak negatif yang mungkin timbul akibat implementasi kebijakan ini,” terang Pudjiatmoko, Rabu (16/4).
Mantan Atase Pertanian Tokyo ini menambahkan keberhasilan pelaksanaan kebijakan pelonggaran impor ini sangat bergantung pada keterlibatan aktif berbagai pemangku kepentingan. Oleh karena itu, peningkatan partisipasi dari kalangan akademisi, organisasi profesi, pelaku usaha, petani dan peternak menjadi krusial, baik dalam proses perumusan kebijakan maupun dalam pemantauan pelaksanaannya.
Keterlibatan semua pihat terkait akan memperkaya perspektif, memperkuat legitimasi kebijakan, serta memastikan bahwa kebijakan yang diambil selaras dengan kondisi nyata di lapangan dan kebutuhan para pelaku utama sektor pertanian dan peternakan.
Di sisi lain, pembangunan sistem kontrol impor yang berbasis data menjadi langkah penting dalam memastikan efektivitas kebijakan. Sistem ini harus dirancang dengan mengacu pada neraca kebutuhan dan produksi nasional yang akurat dan terkini, sehingga keputusan impor dapat diambil secara tepat sasaran dan responsif terhadap dinamika pasar.
“Dengan pendekatan ini, kebijakan yang diterapkan tidak hanya adaptif, tetapi juga mendukung keseimbangan antara kebutuhan konsumen dan perlindungan terhadap produsen domestik,” tegas Pudjiatmoko.
Pudjiatmoko menegaskan kebijakan penghapusan kuota impor daging sapi merupakan langkah strategis yang harus dijalankan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan akuntabilitas, serta difokuskan pada sektor-sektor tertentu seperti kebutuhan industri pangan.
Pelaksanaannya tidak boleh memberikan hak khusus kepada pihak tertentu, melainkan harus dilakukan secara adil dan terbuka. Untuk itu, pemerintah perlu mempercepat respons kebijakan melalui koordinasi lintas sektor dan pelibatan aktif para pemangku kepentingan, dengan tetap menjaga komitmen dalam melindungi produksi dalam negeri serta memperkuat sektor peternakan guna mendorong swasembada dan meningkatkan daya saing nasional demi mewujudkan sistem pangan yang tangguh dan berkelanjutan. (*)