
Suarapertama.com – Dugaan korupsi dalam penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas tanah milik Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) resmi disidangkan. Dua terdakwa, yakni Abdul Karim, juru ukur di Kantor Pertanahan/BPN Inhu, dan Zaizul, Lurah Pangkalan Kasai, menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Sidang digelar secara daring, dan kedua terdakwa mengikuti jalannya persidangan dari Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Rengat.
“Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan telah digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Pekanbaru, Kamis kemarin. Kedua terdakwa mengikuti sidang secara virtual dari Rutan Rengat,” ujar Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu, Winro Tumpal Halomoan Haro Munte, melalui Kepala Seksi Intelijen, Muhammad Ulinnuha, Minggu (18/5).
Dalam dakwaan yang dibacakan di hadapan majelis hakim yang diketuai Jonson Parancis, kedua terdakwa diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Zaizul menyatakan menerima dakwaan JPU dan tidak mengajukan eksepsi. Sementara Abdul Karim menyatakan keberatan dan akan mengajukan eksepsi,” tambah Ulin.
Kasus ini bermula pada 2015-2016, ketika almarhum Martinis mengajukan permohonan penerbitan SHM atas sebidang tanah. Permohonan tersebut hanya disertai pengakuan batas-batas dari warga sekitar, tanpa dilengkapi dokumen kepemilikan atau bukti penguasaan sah.
Namun, Abdul Karim tetap melakukan pengukuran dan menyusun gambar ukur, yang kemudian menjadi dasar penerbitan Peta Bidang Tanah. Peta tersebut seharusnya diverifikasi oleh Zaizul dalam kapasitasnya sebagai anggota Panitia A. Namun, Zaizul diduga lalai dan tidak melakukan verifikasi secara menyeluruh terhadap data yuridis, serta tidak turun langsung ke lapangan untuk memastikan keabsahan informasi yang diberikan.
Parahnya, tanah yang diukur tersebut ternyata merupakan aset milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Inhu, yang telah dibeli sejak tahun 2003 dari Abdul Rivaie Rachman dan tercatat dalam Kartu Inventaris Barang Aset Tetap (KIB-A).
Akibat kelalaian kedua terdakwa, Martinis berhasil memperoleh SHM dan menguasai tanah tersebut.
Kasus ini mencuat ketika Pemkab Inhu berencana membalik nama sertifikat untuk keperluan pembangunan pasar di Kecamatan Siberida. Saat itu, diketahui bahwa tanah yang direncanakan sebagai lokasi pembangunan telah bersertifikat atas nama pribadi, yakni Martinis.
Berdasarkan hasil audit Inspektorat Daerah Kabupaten Inhu, perbuatan para terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp1.701.450.000.
“Sidang akan dilanjutkan dengan agenda eksepsi dari terdakwa Abdul Karim dalam waktu dekat,” pungkas Ulin.