
Suarapertama.com – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) anjlok pada awal perdagangan, Selasa (8/4). Pelemahan rupiah terjadi di tengah mayoritas mata uang Asia yang bervariasi.
Pengamat Ekonomi, Dahlan Tampubolon mengatakan Bank Indonesia (BI) harus melakukan intervensi di pasar forex. Caranya yakni dengan menjual cadangan devisa (dolar) untuk menstabilkan Rupiah.
“Situasi nilai tukar Rupiah Indonesia terkait dengan kebijakan Tarif impor Amerika Serikat. Bank Indonesia telah berupaya mengatasi pelemahan nilai tukar Rupiah, secara senyap Bank Indonesia dapat melakukan intervensi di pasar forex dengan menjual cadangan devisa (dolar) untuk menstabilkan Rupiah,” ujar Dahlan.
Perlu diketahui, Pasar valuta asing, yang biasa disebut forex atau FX, adalah pasar global untuk perdagangan mata uang suatu negara dengan mata uang negara lain.
Pasar forex adalah pasar terbesar dan paling likuid di dunia, dengan triliunan dolar berpindah tangan setiap hari. Pasar ini tidak memiliki lokasi terpusat, dan tidak ada otoritas pemerintah yang mengawasinya. Forex adalah jaringan elektronik bank, pialang, investor institusional, dan pedagang individu (kebanyakan berdagang melalui pialang atau bank).
Lebih jauh, Dahlan menilai langkah intervensi di pasar forex ini dapat mencegah kejadian krisis moneter (krismon) tahun 1998 tak terulang.
“Ini untuk menjaga Rupiah di luar negara, supaya kejadian tahun 1998 tak terulang. Dimana Rupiah digoreng di pasar valuta asing di luar negara, NDF tidak berupa uang fisik, tetapi dalam bentuk nilai perkiraan ke depan,” katanya.
Selain itu, untuk menstabilkan Rupiah, Dahlan mengungkap perlu pengetatan likuiditas dan peraturan terkait transaksi valas, hal ini untuk mengurangi adanya spekulasi.
Di sisi lain, pemerintah hendaknya harus mencari sumber pasar alternatif selain Amerika Serikat, ini berguna untuk mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri.
“Pemerintah mulai mendorong eksportir untuk mencari pasar alternatif selain Amerika Serikat dan mensubtitusi impor serta mengurangi ketergantungan pada produk luar negeri,” katanya.
Ia melihat belum ada langkah yang diambil oleh Pemerintah Indonesia dan BI.
Nilai Tukar Rupiah sangat dipengaruhi kebijakan Tarif impor Trump terhadap industri otomotif di Indonesia.
Tentu jika Tarif ini diterapkan pada komponen otomotif dari Indonesia, dapat meningkatkan harga produk Indonesia di Pasar AS.
“Jika Tarif diterapkan pada komponen otomotif atau kendaraan jadi dari Indonesia ke AS, ini akan meningkatkan harga produk Indonesia di pasar As, potensial mengurangi daya saing,” ujarnya.
Ditambah, ketidakpastian iklim perdagangan di Indonesia dapat menunda investasi baru di sektor otomotif dalam negeri.
Industri pendukung seperti produsen, konsumen, karet dan serta plastik juga akan merasakan dampak penutunan permintaan akibat kebijakan Tarif impor ini.
“Satu hal lagi, sebenarnya Indonesia lebih banyak mengekspor komponen otomotif dan sepeda motor, daripada mobil utuh ke AS, sehingga dampaknya akan bervariasi tergantung cakupan spesifik dari kebijakan Tarif yang diterapkan,” kata Dahlan.