Suarapertama.com – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melalui Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) bergerak cepat merespons laporan masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan oleh PT EOJI di Kelurahan Lubuk Gaung, Kecamatan Sungai Sembilan, Kota Dumai. Dugaan pencemaran ini melibatkan penggunaan limbah B3 jenis Spent Bleaching Earth (SBE) sebagai material urugan.
Menindaklanjuti laporan tersebut, BPLH melakukan pengawasan lapangan pada 20–24 Mei 2025. Pada Jumat (23/05), tim dari Kementerian Lingkungan Hidup mengambil sampel dari empat titik lokasi di Jalan Parit Kitang untuk diuji laboratorium. Hasil analisis diperkirakan keluar dalam tujuh hari.
“Kami sudah mengambil empat titik sampel, dan akan segera diuji di laboratorium untuk mengetahui kandungan materialnya,” ujar salah satu anggota tim pengawas kepada suarapertama.com.
Seorang pelapor yang turut menyaksikan pengambilan sampel mengaku puas atas respons cepat pemerintah. “Kami merasa negara hadir saat kami mengadukan persoalan lingkungan ini,” ujar Dhery Perdana Nugraha, Direktur Lingkungan Malaya Research and Development.
Dhery menduga sebagian besar lahan yang dijadikan tempat pembangunan gudang menggunakan material urugan dari PT EOJI. Perwakilan pemilik lahan tersebut adalah PT TLL, yang juga turut hadir di lokasi.
Ketika dikonfirmasi, Marshal dari PT TLL menyatakan pihaknya telah mengajukan permohonan rekomendasi ke Dinas Lingkungan Hidup (DLH) untuk penggunaan material urugan sejak Oktober 2024. Namun ia tidak memberikan penjelasan lebih lanjut karena mengaku bukan pihak yang berwenang.
Sementara itu, PT TLL telah mengajukan permintaan penggunaan material Eco-Processed Pozzolan (ePP) sebanyak 10.000 meter kubik, namun baru terealisasi sekitar 2.000 meter kubik akibat konflik di masyarakat.
Menanggapi isu penggunaan ePP, Mangantar Bilang IV Pane, ST dari Forum Masyarakat Lingkungan Hidup (Formalin) Riau, menyatakan bahwa material urugan seharusnya memenuhi standar teknis berdasarkan SNI, seperti memiliki kepadatan dan nilai CBR yang sesuai. Ia menambahkan bahwa hingga kini belum ada SNI khusus yang mengatur ePP sebagai material urugan, meskipun ePP sudah diakui melalui SNI 2460-2014 untuk campuran beton.
Ia menekankan pentingnya pengujian material ePP sebelum dijadikan bahan urugan, merujuk pada SNI 1968-1990 F, SKSNI S-04-1989, dan SNI-8460:2017, serta metode uji seperti SNI 1742:2008 dan SNI 3423:2008. “Diperlukan pengujian menyeluruh dan regulasi tambahan untuk memastikan ePP layak digunakan sebagai urugan,” tegasnya.
Pemeriksaan dan pengujian yang sedang berlangsung ini akan menjadi acuan bagi tindakan selanjutnya oleh instansi terkait terhadap dugaan pencemaran lingkungan di wilayah tersebut.
